Limbah Makanan Ancam Pemanasan Global
Limbah merupakan zat yang dihasilkan dari suatu proses produksi, baik industri maupun domestik. Limbah dapat berupa sampah, air kakus, dan air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya, limbah juga berupa bahan buangan yang tidak terpakai yang bisa berdampak negatif terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Limbah memiliki bentuk yang bermacam-macam mulai dari sampah padat seperti kertas, kardus, kaca, hingga sampah organik yang berasal dari bahan makanan atau tumbuh-tumbuhan kering.
Salah satu hal yang paling sederhana dari kehidupan manusia yang tidak bisa terlepas dari kehidupan sehari-hari adalah makanan. Banyak dari kita membuang makanan dengan seenaknya tanpa mereka sadari membuang makanan dapat menghancurkan bumi. Jika kita berbicara isu lingkungan, krisis iklim selalu berkaitan dengan polusi, gas rumah kaca, padahal membuang makanan yang sering dianggap spele bisa menjadi fatal jika tidak diolah dengan baik.
Sekitar sepertiga dari total makanan yang diproduksi di dunia setiap tahun berakhir di tempat sampah, sebagian bahkan sudah terbuang sebelum disajikan di meja makan. Jumlah ini setara dengan sekitar 1,3 miliar ton bahan pangan, buah, sayur, daging, produk susu, boga bahari (seafood), dan serealia. Yang disebutkan tadi seharusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap orang yang kekurangan gizi di bumi terutama di Indonesia sendiri. Setiap tahun, kerugian akibat sampah pangan mencapai USD 990 miliar, sebanyak USD 680 miliar di antaranya dialami negara-negara industri maju.
Dari sisa-sisa makanan tadi bisa menjadi menumpuk, berdasarkan hasil riset Bappenas, Indonesia menjadi urutan ke dua setelah Arab Saudi yang menghasilkan 23-48 Juta Ton sampah makanan pertahunnya (Food Loss and Waste/flw) pertahun sejak 2000-2019 mayoritas makanan yang terbuang itu bersumber dari padi-padian dengan proporsi sebesar 44%, posisi diikuti sampah makanan dari buah-buahan yang proporsnya 20 %, kemudian sebanyak 16 % makanan yang terbuang merupakan sayur-sayuran, sebanyak 9 % makanan yang terbuang merupakan ikan pada 2000-2019.
Lalu, proporsi makanan berpati dan buah biji berminyak yang terbuang sama-sama sebanyak 3 %, ada pula makanan terbuang dari daging yang priporsinya sebanyak 2 %. Sementara, proporsi makanan terbuang dari telur, suus, serta minyak dan lemak sama-sama sebesar 1 %. Sampah tersebut merupakan makana yang tidak dimakan karena kelebihan pasokan, bahkan dari banyaknya jutaan ton sampah makanan tersebut itu bisa menghidupi 61-125 juta orang Indonesia, namun sebaliknya sisa-sisa makanan tersebut bisa menjadi boomerang tersendiri bagi lingkungan.
Berdasarkan Institution Mechanical Engineers setengah dari total makanan yang diproduksi manusia terbuang dan menjadi sampah. Padahal jika dilihat banyak sekali di negara miskin dan berkembang membutuhkan makanan namun ulah manusia yang hanya memakan setengahnya dan menyisakan makanan tersebut dan berkahir menjadi sampah.
Sampah makanan yang masuk ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan mengalami pembusukan, akan menghasilkan gas metana yang menyebabkan efek rumah kaca. Gas Rumah Kaca (GRK) berkontribusi terhadap terjadinya perubahan iklim. Pengomposan sampah makanan dapat menurunkan jumlah emisi GRK yang dilepaskan ke atmosfer, penumpukan sampah makanan tersebut bisa menjadi ledakan yang besar.
Ledakan tersebut jelas bisa menyebabkan longsor yang merenggut nyawa dan merusak ekosistem di sekitarnya tak hanya itu, banyaknya tumpukan sampah makanan juga dapat menimbulkan air lindi. Air lindi berasal dari tumpukan sampah yang bercampur dengan air hujan. Air lindi sangat berbahaya dan beracun karena mengandung unsur logam berat, seperti timbal, besi, dan tembaga.
Jika tidak diolah dengan baik, air lindi akan meresap ke tanah dan mencemari air minum. Selain itu, air lindi yang masuk ke aliran sungai juga dapat merusak ekosistem di sekitarnya.
limbah makanan juga dapat memicu pemborosan energi. Lantaran energi yang digunakan berasal dari bahan bakar fosil, emisi karbon yang ditimbulkan akibat limbah makanan pun tinggi. Hal ini berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.
gas metana dikatakan 25 kali lebih berbahaya daripada karbon dioksida (CO2) dalam hal memerangkap panas di atmosfer.
Maka dari itu, keberadaan limbah makanan dinilai sebagai salah satu dari penyebab pemanasan global.
Itulah beberapa masalah yang timbul akibat kebiasaan menyisakan makanan. Guna mengurangi masalah tersebut, setiap orang wajib membiasakan diri makan tanpa sisa, jika makanan tidak dihabiskan sebaiknya ditaruh sesuai jenis sampah dan diolah dengan baik agar efek samping dari limbah makanan.
PENULIS: JAPRIANI