Headlines

Pokmaswas Poton Bako Manfaatkan Kawasan Mangrove Ekowisata

Pengunjung melakukan swafoto di atas papan pijak Ekowisata Bale Mangrove. Foto: Agus Santhosa.

LOMBOK TIMUR (RADIO Sinfoni) – Selain untuk mencegah abrasi, kawasan penanaman mangrove juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat wisata. Salah satu bukti pemanfatan itu adalah Ekowisata Bale Mangrove di Dusun Poton Bako, Desa Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.

Penanaman mangrove di Dusun Poton Bako diinisiasi oleh pemuda yang tergabung dalam Pokmaswas Poton Bako medio pertengahan 2021. Pokmaswas merupakan singkatan dari Kelompok Masyarakat Pengawas yang aktif berpartisipasi dalam pengawasan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan.

Pengunjung mencoba papan tracking Ekowisata Bale Mangrove, November 2021. Foto: Agus Santhosa.

Nama Ekowisata sendiri sebagaimana yang telah diketahui, berasal dari kata ekologi dan wisata. Eko merupakan akronim dari ekologi yang artinya lingkungan. Sedangkan bale diadopsi dari Bahasa Sasak yang berarti rumah. Sehingga Ekowisata Bale Mangrove dapat diartikan sebagai Wisata Lingkungan Rumah Mangrove.

Radio Sinfoni di lokasi menemukan, berkat Ekowisata Bale Mangrove, sejumlah pemuda di Poton Bako tak lagi bergantung pada pendapatan memelihara ikan dan memancing, melainkan sudah dapat mendulang rezeki melalui jasa fotografi, biaya ganti bibit mangrove, atau mengantar tamu untuk sekadar trip ke pulau-pulau kecil di sekitar kawasan.

Ekowisata Bale Mangrove Poton Bako didirikan atas sepengetahuan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) selaku otoritas pengelolaan dan pengawasan kelautan di NTB.

Baca Juga :  Sabtu Inspirasi Tingkatkan Wawasan dan Mental Mahasiswa

“Sehingga Kami tidak mengajukan permohonan ke Dinas Pariwisata melainkan ke Dinas Kelautan dan Perikanan NTB,” kata Andre Juanda Putra, anggota Pokmaswas Poton Bako, kepada Radio Sinfoni, pertengahan November 2021.

Menurut Andre, ide membangun Ekowisata Bale Mangrove berlatar belakang hasil konsultasi ke Dosen Ilmu Kelautan Universitas Mataram Dr. Ir. Sitti Hilyana, M.Si., yang kala itu menilai bahwa mangrove di Poton Bako adalah yang tersukses dari segi hasil penanaman. Sebab tak sedikit upaya rehabilitasi mangrove yang berujung pada gagal tanam karena kompleksitas habitat di sekitarnya.

Sitti Hilyana memang tak keliru sebab penilaian itu tersambung dengan kekaguman pengunjung terhadap hasil penanaman bakau yang mampu tumbuh dewasa menutupi pesisir di sekitarnya. Kondisi yang ikut memudahkan anggota Pokmaswas untuk memasang tracking dari papan kayu untuk sampai ke tengah hutan.

Pembangunan Ekowisata Bale Mangrove berangkat dari kekawatiran pemuda Poton Bako tak lagi memiliki pekerjaan setelah pandemi global Covid-19 melanda Indonesia tahun 2020. Untuk itu, dengan bermodalkan dana awal mulai Rp100.000, Pokmaswas setempat membeli ban bekas sebagai tanda terdapat proyek pemafaatan mangrove sebagai ekowisata. Selanjutnya sebagai pemantik, mulai mencari kayu hasil bongkaran rumah sebagai pijakan menuju ke tengah hutan.

Baca Juga :  Keakraban Prodi PGMI UIN Mataram 2024

“Butuh sekitar 2 bulan untuk bisa mencapai tengah hutan,” kata Andre menegaskan penelusuran Sinfoni hingga ke batas akhir tracking.

Mendapatkan pemasukan dari jasa ekowisata mangrove bukan tanpa tantangan bagi Andre dkk., karena untuk penanganan sampah bulanan kelompok harus mengeluarkan dana Rp1.500.000 agar bisa mengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Sementara di pusat desa. Selain itu masih harus membangun kamar mandi umum serta lokasi parkir yang memadai. (AGUS SANTHOSA)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *