Headlines

Serabi Pantai Ampenan Memeram Sejarah

FOTO RRI.CO.ID

Serabi di Pantai Ampenan bukan tanpa sejarah. Panganan diolah turun-temurun melintas zaman dan generasi.

Tahun 1970 bisa dibilang adalah penanda mulainya aktivitas berjualan serabi di sekitar jalan menuju dermaga Pelabuhan Ampenan. Bertepayan dengan awal-awal perpindahan pelabuhan di Lombok, dari Ampenan ke Pelabuhan Lembar, Lombok Barat. Dan, sisa – sisa peninggalan kolonial sebenarnya belum habis. Gedung, masyarakat, gang, hingga serabi.

Sedikitnya ada dua orang pedagang serabi yang menggelar dagangan sejak pukul enam pagi. Salah satunya, Ibu Wati. Dia mengaku berjualan sejak 2018, menggantikan neneknya yang berjualan (kini telah meninggal dunia) sejak 1972. Wati rela meninggalkan kelas mengajar demi melanjutkan bisnis serabi.

Didukung tempat tinggal yang tak jauh dari tempat jualan membuat ibu rumah tangga ini cepat sampai ke lokasi jualan. Serabu pun ini tak sampai jam delapan pagi sudah habis terjual. Pelanggannya cukup beragam, mulai dari olahragawan, kepala keluarga, hingga ojek delivery food.

Lupis dari ketan dimasak sore hari, di atas tungku berbahan bakar kayu. Bersamaan dengan gula merah di dalam panci. Adapun tepung beras yang biasa digiling dengan mesin giling, ditangan Wati cukup ditumbuk dengan lesung. Beras sebagai bahan membuat serabi.
Kelapa tempat mengoles gula direndam sore hari agar tahan lama. Paginya baru diparut agar tak rusak. Sekali jualan, ibu rumah tangga ini menghabiskan lima kilogram lupis.

Baca Juga :  KKP UIN Mataram dan Kades Taman Sari, Gunungsari, Lakukan Pengjijauan di Bendungan Medas

“Selama Covid-19 ini, syukur tidak memengaruhi penjualan. Lagi pula saya selalu membuat sedikit, ya, secukupnya aja,” kata Wati.

Menggunakan peralatan tradisional, serabi juga tanak tak sampai 10 menit . Kayu bakar dipercaya mampu menjaga rasa serabi tetap gurih, manis, dan renyah.

Keanekaragaman pangan seperti serabi di Pantai Ampenan, melindungi sejarah. Diapit bangunan tua, serabi Pantai Ampenan meneguhkan sisa-sisa pelabuhan yang dulu sibuk.

Teks: rri.co.id/mataram

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *