Hikayat Tolak Bala
Gentian, alat pemintal benang dan penenun-penenun tua di Desa Gumantar adalah penyaksi masa itu. Masa kelam ketika Jepang yang berkuasa menjalankan Kinrohosi; bergotong royong untuk memenuhi kebutuhan Jepang.
Segala sumberdaya yang ada didata, dijaga lalu diserahkan untuk menyokong kepentingan Jepang. Rakyat diminta menanam yute dan kapas, merawat, memanen, memintal dan menjadikannya kain-kain lalu diangkut Jepang dijajakan ke pasar dunia memenuhi kebutuhan logistik perang mereka
Menenun yang menjadi tradisi turun temurun, yang dikerjakan dengan cinta oleh perempuan-perempuan Gumantar, berubah menjadi kerja paksa.
Dalam masa yang kelam itu selalu ada penghianat-penghianat. Adalah kuntril-kintril, penduduk lokal yang menjadi serdaru, menyediakan karpet merah, melanggengkan kekuasaan Jepang.
Tapi sejarah sudah punya cerita, Hiroshima Nagasaki luluh lantak oleh nuklir. Kekuasaan Jepang layu dan masa kelam itu berlalu.
Namun hari ini sejarah seperti akan terulang lagi. Bukan tentara bengis, bukan Kinrohosi, tapi kuasa pemodal kembali berlabuh di Pelabuhan Carik, siap menghabisi segala yang sudah dirawat dan diruwat anak negeri. Upacara tolak bala harus segera digelar.
Lakon Kinrohosi dan Hikayat Tolak Bala ini ingin hadir sebagai penyaksi.